Heli-heli dari Resimen Udara Operasi Khusus ke-160 AH-6 Little Bird memberondongkan minigun kaliber 7,62 mm dan roket kaliber 70 mm untuk memukul mundur gerombolan milisi. Sesekali AGM-114 Hellfire dimuntahkan. Namun belum cukup ampuh untuk memukul mundur milisi pro Mohammed Fahra Aideed. Para milisi tetap merubungi bangkai helikopter MH-60L/K Black Hawk dari Resimen ke-160 yang rontok disengat RPG. Pilotnya dikeroyok, dipukuli dan diarak keliling kota. Kisah keperkasaan Resimen ke-160 yang kesohor dengan gelar Night Stalkers di Mogadishu 3 Oktober 1993, diangkat ke layar lebar di bawah titel Black Hawk Down.
Diawali dari Perang Vietnam, penggunaan helikopter sebagai kavaleri udara bersenjata semakin meningkat 20 tahun terakhir. Dari sekadar senapan mesin kaliber 12,7 mm yang digotong, rudal pun saat ini jadi pilihan utama. Mulai rudal udara ke udara maupun rudal antitank. Daftarnya bisa seabrek, sebut beberapa mulai dari FIM-72 Stinger, AIM-9 Sidewinder, Strela 3, AT-6 Spiral, atau AGM-114 Hellfire.
Hingga detik ini, kalangan pabrikan dan militer sejagat masih sepakat pada tiga kategori senjata helikopter: rudal, senapan, dan roket. Bedanya dengan pesawat fix wing hanya pada satu hal, yaitu tidak mampu membopong bom.
Sejarah helikopter mampu membawa rudal berawal dari akhir 1950, ketika heli-heli (rotorcraft) AS dan Prancis sukses menembakkan Nord-Aviation SS-10 wire-guided weapon. Hanya saja, versi awal ini seperti halnya rudal AS-11 (Prancis) dan AT-2 Swatter dan AT-3 Sagger (keduanya Rusia), relatif lambat dan sangat rentan menghadapi target terbang. Generasi keduanya seperti Hughes BGM-71 TOW dan Euromissile HOT (Prancis), jauh lebih gesit dan sudah digunakan sebagai arsenal udara ke udara dalam Perang Irak-Iran. Iran dengan Bell AH-1 Cobra, Irak menggunakan Mi-24 Hinds. Masih lagi bisa disebut gara-gara mumpuni kecepatan adalah AGM-114, AT-6, Euromissile TRIGAT, AT-9 Whirlwind, dan Armscor Atlas ZT-3 Swift. Tak melulu jago di udara, AGM-114 dengan kecepatan 280 meter per detik misalnya, juga andal menguntit target di darat.
AL AS dikenal sebagai angkatan pertama yang mengaktifkan rudal di heli. Cobra kala itu dipasangkan dengan AIM-9L/M berkecepatan Mach 2,5 untuk menghadapi pesawat tempur maupun heli tempur sejenis. Namun saat ini, kebanyakan heli tempur dipersenjatai rudal Stinger berpenuntun infra merah. Heli OH-58D AD AS malah mematok Stinger dengan pembidik HUD (head up display) Thompson CSF VLT 100. Sementara heli PAH-1 (BO-105) Jerman dilengkapi rudal sekelas TY-90 ini untuk antitank.
Keampuhan rudal seberat 35 pon (15,8 kg) satu ini tak perlu diragukan lagi. Lusinan helikopter Hind dan Hip Soviet pernah dibuat rontok selama Perang Afghanistan-Soviet. Saat itu pengoperasiannya masih dipanggul di bahu. Karena keberhasilan itulah, dalam perkembangan selanjutnya Stinger menjadi senjata utama udara ke udara heli RAH-66 Comanche dan pesawat-pesawat AD AS.
Tak ketinggalan AD Cina seperti dilaporkan AirForces Monthly Juli 2002, akan mempersenjatai heli serang Harbin Z-9/Z-10 dengan rudal infra merah TY-90 berkecepatan Mach 1,75 dengan jangkauan maksimal 4.000 m. Polandia dilaporkan mempersenjatai Mi-24 dengan R-60 (AA-8 Aphid), dan memperkuat struktur sayap dan mesin Mi-28 dan Ka-50 untuk membawa rudal R-73 seberat 125 kg.
Walaupun sangat mumpuni, rudal-rudal berpenuntun infra merah (infra-red guided air to-air-missiles) ini tetap saja memiliki keterbatasan. Permasalahan muncul ketika membidik target terbang di tengah kecamuk perang. Pilot mesti memperdekatkan jarak dengan heli lawannya yang justru membahayakan. Keterbatasan lainnya termasuk memastikan rudal lock-on sebelum ditembakkan, yang mana saat bersamaan akan gampang dikenali karena lapisan atmosfer pada minimum penembakkan dengan jarak 500 m (1.640 kaki). Posisi target juga mesti dihitung akurat, jika tidak ingin kehabisan bahan bakar. Total amunisi yang dibawa juga mesti diimbangi pengurangan bahan bakar.
Selanjutnya, yang jadi perhatian pabrikan dan pengguna adalah drag yang timbul akibat penempatan persenjataan ini. Tidak heran bila pada heli-heli futuristik yang mangadopsi teknologi siluman, mengharuskan semua persenjataan disembunyikan di perut pesawat. Dengan besarnya drag serta bahan bakar terbatas, memaksa pilot harus pintar-pintar membuat manuver yang aman.
Arsenal lain yang penting bagi helikopter adalah senapan mesin/kanon dan roket. Tak kalah hebat dengan rudal, persenjataan seperti roket juga memegang peran penting dalam pertempuran udara modern. Konsep awalnya roket digunakan untuk membidik target di darat, pun bergeser bisa memainkan peran dalam perang udara. Heli-heli Apache, Cobra, Warrior rata-rata membopong satu tabung peluncur berisi 7, 12, atau 19 roket. Salah satu yang kesohor roket Zulu. Korbannya dua A-4 Skyhawk masing milik AS di Perang Vietnam dan Israel dalam Perang Yom Kippur.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar